Kolaborasi Orang Tua Dalam Pengasuhan Anak
Table of Contents
Semua tugas ini ada di balik tujuan menikah, di mana seorang laki-laki sejak akad nikah memiliki amanah sebagai imam bagi keluarganya. Bukan sekedar menjadi imam dalam sholat, lebih dari itu menjadi imam untuk menuju akhirat.
Setelah akad nikah selesai tugas berat suami pun di emban yaitu bersama pasangan dan keluarga menjalankan ibadah kepada Allah sebagaimana tujuan dari diciptakannya manusia. Tugas lainnya adalah menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka. Artinya suami memiliki tanggung jawab membawa istri dan anak menuju keselamatan akhirat.
Sehingga jelas bahwasanya seorang laki-laki khususnya seorang ayah memiliki peranan besar dalam mempersiapkan masa depan anak-anak dan keluarganya yaitu untuk masa depan di akhirat kelak.
Untuk itu seorang ayah harus mampu menjalankan semua tugasnya sehingga dapat memenuhi kewajiban-kewajiban dan juga hak-hak yang harus didapatkan oleh anak-anak dan keluarga.
Kita tahu belakangan ini kehadiran ayah di dalam pengasuhan dalam keluarga Indonesia sangatlah kurang hal ini terjadi karena banyaknya lelaki, ayah, atau calon ayah yang hanya memahami tugasnya setelah menikah adalah memberikan nafkah kepada anak dan istri.
Tentu ini bukanlah hal yang salah, ini benar namun tugas memberi nafkah kepada keluarga hanyalah sebagian kecil dari kewajiban seorang suami atau seorang ayah bagi keluarga dan anak-anaknya.
A. Ketidakhadiran Ayah Dalam Pendidikan Anak
Kehadiran ayah dalam pengasuhan dan pendidikan anak. Pemahaman ayah yang hanya memahami tugasnya hanya mencari nafkah membuat para lelaki ataupun para ayah tidak hadir sepenuhnya di dalam pengasuhan bersama pasangannya.Dampaknya atau akibatnya adalah timbul Apa yang disebut dengan fatherless? Sebuah ironi, karena di negeri kita banyak sekali banyak pasangan yang membina rumah tangga dan memiliki anak. Akan tetapi tidak dirasakan kehadirannya sehingga negeri ini menjadi negeri yang memprihatinkan.
Fakta yang mencengangkan adalah Indonesia berada pada urutan ketiga dalam peringkat negara tanpa ayah atau fatherless country.
Fatherless country adalah sebuah kondisi suatu negara dimana kehadiran seorang ayah dalam pengasuhan sangat minim atau bahkan tidak ada. Kehadiran secara fisik tidak ada kedekatan. Kehadiran secara emosional apalagi.
Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti seperti dikutip dari JPNN, Fatherless diartikan sebagai anak yang bertumbuh kembang tanpa kehadiran ayah, atau anak yang mempunyai ayah tetapi ayahnya tidak berperan maksimal dalam proses tumbuh kembang anak dengan kata lain pengasuhan
Ayah sibuk dengan pekerjaannya, sibuk dengan urusan kantornya, sibuk nongkrong dengan teman-temannya. Katanya untuk menghilangkan penat, alasannya untuk menghilangkan stres atau sedang banyak pikiran.
B. Kolaborasi Pengasuhan Anak
Jika kondisi di atas terus terjadi tentu akan berdampak buruk bagi keluarga. Anak-anak menjadi tidak terurus, sedang istri (bunda) harus berjuang sendiri melawan letih dan segala kepenatan untuk mendidik anak.Bukankah tujuan dari pernikahan adalah menciptakan keluarga yang sakinah (tentram), mawadah (kasih sayang) dan rahmah (rahmat). Jika mencari ketenangan di luar, dimana letak dari nilai pernikahan itu?
Fatherless Country membuat kita sebagai ayah perlu berpikir ulang dan membenahi pola hidup alam rumah tangga utamanya dalam membangun kebersamaan dengan istri untuk mendidik dan mengasuh anak.
Tidak hanya fokus untuk mencari nafkah, bekerja pagi, siang, dan malam hingga lupa pada tugas sebenarnya yaitu untuk membangun pondasi bagi anak-anak. Tujuannya agar anak menjadi anak-anak yang sholeh atau sholehah, berbakti kepada orang tua, dan bertakwa kepada Allah.
Kehadiran ayah dalam pengasuhan anak bersama bunda akan menanamkan pada anak tentang keberanian, kemandirian, maskulinitas, feminisme, bahkan nilai-nilai dasar yang harus ada pada anak-anak yaitu nilai-nilai tauhid dan tanggung jawab.
C. Dampak Ketidakhadiran Ayah Dalam Pengasuhan
Apa saja dampak dari ketidakhadiran Ayah di dalam pendidikan anak atau pengasuhan? Ayah Adrian Rusfi dalam kelasnya menyampaikan setidaknya ada 6 akibat yang ditimbulkan dari ketidakhadiran ayah di dalam pendidikan anak1. Pendidikan anak menjadi tidak punya visi
Perlu kita pahami bahwa tugas seorang ayah salah satunya adalah merumuskan visi untuk keluarga. Membuat rancangan kemana arah pendidikan anak. Sedangkan bunda menjadi orang yang melaksanakan penjabaran dari visi itu selama mengasuh anak di rumah ketika ayah bekerja.Tanpa adanya visi keluarga, visi untuk anak-anak ke depan, maka pendidikan anak hanya akan menjadi rutinitas yang cukup diikuti oleh anak-anak. Tentu sesuatu akan menjadi berbeda ketika menjadi rutinitas dan saat menjadi sebuah rencana jangka panjang.
Untuk itu sudah saatnya kita para ayah mengubah peran dalam keluarga. Lebih sering lagi mengobrol bersama istri, saling berbagi informasi perkembangan anak dan saling memberikan pandangan untuk pendidikan anak ke depan.
2. Ibu tak punya tempat curhat
Saat ayah lepas tanggung jawab dari pendidikan anak atau terlibat dalam pengasuhan bersama istri, maka beban berat akan ada sepenuhnya kepada para bunda. Sehingga jangan kaget ketika pulang dari kantor para ayah mendapati misal istri marah-marah. Ini terjadi karena beban berat yang harus dipikulnya di rumah.Kondisi dimana para ayah hanya memahami tugas mencari nafkah membuat para bunda kelelahan. Menghadapi hari-hari yang begitu berat. Tidak jarang para bunda juga mengalami yang namanya Burn Out.
Sebuah kondisi dimana bunda berada pada keadaan yang sangat berat dan melelahkan. Dia kemudian merasa emosi, marah, stres dan lain sebagainya. Semua terjadi karena dia tidak bisa berbagi rasa dengan ayah. Dia memendam sendiri permasalahan yang dihadapi, mencari sendiri solusi dari permasalahan yang dijalani.
Kehadiran ayah di dalam pengasuhan bersama istri ini sangat penting agar ada tempat curhat bagi istri. Ada waktu untuk mengobrol, saling berbagi bersama mencari solusi dalam mendidik anak.
3. Anak mudah terpengaruh.
Agar anak tidak mudah terpengaruh, maka seorang ayah perlu hadir untuk mendidik ego, individualitas dan kepercayaan diri mereka. Ini karena sifat-sifat atau karakter tersebut ada pada diri seorang ayah.Berbeda dengan bunda yang lebih banyak membangun pada sisi sosial seperti kekompakan kerukunan, kebersamaan, dan tidak bertengkar. Sedangkan sosok ayah mengajarkan keberanian kepada anak-anak untuk menjadi diri sendiri. Mengajarkan anak untuk untuk tampil berbeda dan berani di depan umum.
Itulah sebabnya jika ayah tidak ikut bertanggung jawab dalam mendidik anak akan membuat anak-anak yang mudah terbawa oleh arus
4. Anak tidak punya individualitas
Penelitian Badan Narkotika Nasional yang menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak dekat dengan ayah 7 kali lipat lebih rentan mengkonsumsi narkoba daripada anak-anak yang dekat dengan ayahnya. Bukan hanya itu anak-anak yang tumbuh tanpa cinta dari ayah cenderung memiliki masalah kenakalan yang berat seperti kenakalan remaja bahkan hamil diluar nikah.Jika ayah tidak hadir dalam pengasuhan, pendidikan anak, maka jangan salahkan anak-anak ketika mereka mudah terpengaruh di luar. Anak terpengaruh temannya, kemudian merokok, miras atau bahkan seks bebas. Saatnya ayah kembali ke rumah, kuatkan mereka menjadi anak-anak yang memiliki karakter dan sikap.
Mereka bisa dan boleh bergaul dengan siapapun, namun kita perlu menguatkan dan mendidik mereka. Memahamkan mereka bahwa berteman bukan berarti mengikuti semua permintaan teman. Berteman boleh dengan siapapun, namun saat tidak sesuai dengan nilai-nilai di masyarakat, maka ajarkan mereka berani menolak.
5. Anak terlambat dewasa
Berikan padaku 10 pemuda aka akan kuguncang dunia (Bung Karno)Anak-anak terlambat dewasa karena orangtua lupa dengan momen mendidik anak menjadi akil dan baliq.
Akil adalah mereka dewasa secara pemikiran sedangkan baliq adalah sehat secara jasmani. Mereka yang sudah berada pada usia akil maka akan memiliki kemandirian dan mampu mengambil keputusan sendiri. Mampu memikul tanggung jawab dan mampu untuk mencari nafkah sendiri.
Sedangkan baliq seperti kita ketahui bersama adalah mereka yang pernah mengalami tanda mimpi basah pada laki-laki atau menstruasi pada perempuan.
Fase ini adalah fase yang perlu dipahami orangtua perlu diketahui ketika anak berada usia pada misalkan 12 sampai 15 tahun maka mereka harus sudah berada pada fase itu.
Untuk menjadikan mereka dewasa, maka harus diikuti oleh sikap orang tua yang tidak memanjakan anak apalagi berlebihan. Sikap memanjakan mereka akan menjadikan mereka tidak mandiri, menggantungkan diri pada orang lain.
6. Anak yang anti terhadap ajaran agama
Salah satu bencana dalam rumah tangga yang mungkin terjadi adalah anak-anak enggan untuk diberi nasehat agama oleh orang tuanya.Melalui ayat-ayat-Nya, Allah mengajarkan kita, para orang tua untuk menggunakan atau mendidik anak dengan menggunakan metodologi strategi dengan ada panduan atau kurikulum.
Mendidik tidak bisa hanya dengan omongan (asal cerewet). Justru kita perlu melakukan pendekatan kepada mereka. Sehingga bisa menjadi ayah yang dirindukan oleh mereka.
Ketika ayah tidak ikut berperan dalam mendidik anak maka yang tersisa pendidikan yang rentan terbawa menjadi dasar. Untuk itu ayah tidak boleh lepas tangan dari pendidikan agama.
Kita tahu orang-orang terdahulu, para ayah adalah orang yang getol menanamkan nilai tauhid kepada anak-anaknya seperti dilakukan oleh Luqmanul Hakim, Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim.
D. Saatnya Orang Tua Melakukan Kolaborasi
Bagaimana sikap kita sebagai orang tua? Sudah saatnya kita kembali membuka lembaran-lembaran baru. Memahami satu persatu hak dan kewajiban sebagai suami dan istri, dan tugas-tugas orang tua khususnya ayah dalam pendidikan anak atau pengasuhan anak.Jangan sampai kita memperkeruh keadaan dengan tidak hadir dalam pengasuhan. Ada banyak hal yang ayah perlu lakukan dan ketahui di dalam pengasuhan.
Maka dari itu untuk menakar bekal di dalam pengasuhan kita sebagai seorang ayah perlu membuka diri untuk belajar tentang Parenting. Kita bisa mengubah paradigma, kita bisa mengubah stigma di mana seperti kondisi saat ini dalam pertemuan-pertemuan, acara atau event bertemakan Parenting sebagian besar hanya diikuti oleh para Bunda.
Bagaimana dengan para ayah? Sesuatu yang memalukan, gengsi, ketika seorang ayah belajar parenting. Itu bagi sebagian, karena masih ada orang yang konsen belajar terus dalam dunia parenting khususnya peran ayah dalam pengasuhan seperti dalam Aqil Baliq Community dengan Majelis Luqmanul Hakim nya.
Mereka para bunda memiliki kesadaran lebih daripada ayah dalam mempersiapkan anak-anak mereka menjadi anak-anak yang bermanfaat bagi keluarga dan tentunya memiliki bekal keagamaan kedepannya.
Marilah para ayah, bersama berproses, kembali kepada tugas kita. Melihat kembali pentingnya ayah belajar untuk menjalankan peran ayah sehingga 6 hal diatas bisa kita hindari dan kita bisa hadir sepenuhnya mempersiapkan anak-anak menjadi anak yang kuat, mandiri dan berkarakter dengan kolaborasi orang tua dalam pengasuhan.
Memang kehadiran Ayah penting, namun tidak bisa mengabaikan peran Ibu. Maka cocok jika kolaborasi antara Ayah dan Ibu akan membuat semakin harmonis.
saya pernah ikut pengajiannya ustaz Aam Amirudin
beliau bilang penting banget ayah mendampingi anak sejak masih bayi.
hasilnya ust Aam sangat dekat dengan anak2nya.
maaf jadi curcol 😁
Memang sebagian masih berpikiran kolot. Tapi semakin gencar sosialisasi semoga banyak para ayah yang memahami pentingnya posisi ia di mata anak
Karena mengasuh anak memang butuh kehadiran keduanya agar anak memiliki keseimbangan. Kolaborasi yang sulit menghasilkan anak yang unggul.
Seperti stigma cari nafkah urusan ayah,
Urusan rumah adalah ibu.
Hal seperti ini berlangsung lama dan menjadi sebuah pola yang diduplikasi kembali anak-anak yang akhirnya menjadi orangtua di keluarga masing-masing hingga beberapa generasi.
Sehingga sah-sah aja menurut 'para lelaki' kalo ayah sudah cari nafkah mencukupi keluarga, gantian si ibu yang urusan anak dan rumah.
Padahal, sedekah terbesar yang diberikan seorang ayah untuk anaknya adalah 'ADAB'
Apalagi dalam hal mengasuh anak, sangat penting peran seorang Ayah dan Ibu tak lupa ayah ibu harus kompak dulu supaya anak tidak bingung misal ayah gak boleh eee ibu bolehin contoh ketdk kompakan orang tua.
Padahal kan sering diibaratkan sebuah bahtera, seharusnya termasuk juga dalam hal mengurus anak.
Saat mengasuh babak butuh kolaborasi antara ibu dan ayah
Anak butuh dua sosok tersebut
Lagian, bikinnya berdua urusnya juga harus berdua
Padahal menikah itu bukan berarti laki-laki hidup bersama "istri yang seperti pembantu" tetapi hidup bersama istri sebagai pasangan. Makanya harus saling bekerja sama mengurus rumah dan anak, supaya tidak ada situasi fatherless ini.
Kalau boleh tahu, bagaimana contoh cara ayah mengajarkan keberanian pada anak untuk menjadi diri sendiri atau untuk tampil berbeda serta berani di depan umum itu, ya?
Makasih atas responnya.