Konten [Tampil]
Matahari pagi terlihat bersinar cerah di penghujung timur Dusun Saukang, Desa Bajiminasa, Kecamatan Gantarangkeke, Kabupaten Bantaeng. Pepohonan hijau dengan daun rimbun hadirkan kesegaran. Udara khas perkampungan terasa begitu sejuk.
Satu persatu terlihat anak-anak berlarian memasuki ruang sederhana terbuat dari kayu dan papan. Suara riang terdengar nyaring dari balik bangunan sederhana itu. Wajah mereka ceria, penuh semangat untuk belajar. Datang ke sekolah dengan seragam yang tak seperti yang kita ketahui. Seragam mereka seadanya. Boleh dibilang seragam mereka tak betul-betul seragam.
Inilah yang menguatkan semangat seorang pemuda bernama Muhammad Rais Hajat untuk menghadirkan perubahan. Menyalakan semangat menimba ilmu yang hampir padam oleh keterbatasan.
Mimpi Besar Tumbuh dari Pelosok Negeri
Muhammad Rais Hajat adalah seorang pria kelahiran Saukang, Kecamatan Bantaeng Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki semangat perubahan. Pria kelahiran tahun 1986 semasa kecilnya tumbuh dalam lingkungan yang jauh dari gemerlap kota.Akses pendidikan di daerahnya sangat terbatas. Kalaupun ada harus menempuh jarak berkilo-kilo meter dengan berjalan kaki. Keterbatasan inilah yang menjadi pemantik bagi Muhammad Rais Hajat dewasa untuk ikut berkontribusi mempersiapkan masa depan generasi penerus bangsa.
“Saya melihat dan percaya, dalam diri mereka ada semangat dan masa depan yang cerah,” Ujar Rais saat mengungkapkan kebahagiaannya bisa melihat anak-anak belajar di dekat rumahnya.
Undangan Bakar Jagung Sebuah Penyemangat
Semangat yang tinggi dan keyakinan yang kuat, membawa Rais pada keputusan untuk mendirikan sekolah gratis di desanya. Tidak hanya tingkat dasar, namun hingga tingkat menengah. Sebuah mimpi besar yang kini terwujud di pelosok Bantaeng.
Ada sebuah kisah yang menjadi penyemangat bagi Rais untuk terus berjuang mencapai mimpi besarnya dari daerah terpencil. Kisah itu bermula dari undangan bakar jagung dari salah seorang temannya.
Kala itu, hari sudah menjelang sore. Dia melihat seorang anak sedang berdiri menunggu teman untuk pulang. Rais yang melihat anak itu, segera mendekat dan membuka obrolan. Siswa itu masih duduk di Kelas 4 sekolah dasar. DIa menuturkan kepada Rais bahwa setiap hari saat berangkat dan pulang sekolah dia selalu menunggu teman untuk pulang.
Bukan tanpa sebab. Ini dilakukannya karena untuk menuju ke sekolah atau pulang ke rumah, anak-anak itu harus melalui perkebunan. Medan sulit dan masih cukup sering mendapati babi hutan saat melintas di perkebunan menjadi alasan kenapa mereka mencari teman.
Rais pun menyampaikan ide dan gagasannya mendirikan sekolah serta pertimbangan lainnya kepada tokoh masyarakat di kampungnya. Mereka menyetujui, dan Rasi melanjutkan dengan persiapan lainnya.
Perjalanannya tentu tidak mudah, berbekal lahan di dekat rumahnya, dia sulap menjadi ruang belajar sederhana. Dibangun dengan kayu seadanya, berdindingkan papan kayu, beratap anyaman.
Rais tidak pernah mundur oleh omongan beberapa warga sekitar yang meragukan, atau bahkan tidak mendukung apa yang dilakukan Rais. “Kami dicemooh, ada yang mengatakan sekolah kampungan. Sekolah tengah hutan. Ada yang bilang setelah lulus nanti tidak dapat ijazah,” ujar Rais saat menceritakan bagaimana perjalannya membangun sekolah gratis.
Dalam perjalanan, perlahan, sekolah itu terus berkembang. Masyarakat mulai mendekat, memberikan dukungan. Para orang tua yang awalnya tidak yakin, kini ikut bergotong royong membantu memajukan sekolah.
Kini mimpi itu sudan menjadi kenyataan. Muhammad Rais Hajat berhasil mewujudkan citanya menyediakan sekolah yang mudah dijangkau oleh anak-anak sekitar. Kini Rais mengelola sekolah dari jenjang Taman Kanak-Kanak (TK) hingga jenjang sekolah menengah atas yang berlokasi di pusat desa. Tidak lagi di pedalaman. Sekolah itu adalah PAUD dan TK Insan Mubarak, MI Cendekia, MTs Cendekia, dan MA Cendekia.
Namun demikian, sekolah yang dirintisnya di pelosok tetap berjalan seperti biasa. DIa menugaskan pengajar untuk mendatang sekolah itu. Agar anak-anak tak perlu menempuh jarak jauh ke lokasi sekolah baru.
Kehadiran sekolah itu kini bisa dirasakan oleh masyarakat dari desa di sekitar Bajiminasa. Terbukti mereka mulai berdatangan menyekolahkan anak mereka di sekolah yang dikelola Muhammad Rasi Hajat.
Sekolah Gratis untuk Semua
Tingginya angka putus sekolah di Bantaeng kala itu menjadi salah satu penyemangat bagi Rais untuk menyediakan pendidikan. Berdasarkan data yang diolah dari Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Bantaeng, pada 2007 tingkat putus sekolah untuk usia SMP dan SMA memang cukup tinggi. Hal itu bisa dilihat dari tingkat partisipasi sekolah yang masih rendah. Misalnya untuk anak usia 13-15 tahun (SMP) jumlah partisipasi hanya mencapai 68% dan anak usia 16-18 tahun (SMA) hanya 44%.Dalam perbincangan dengan Muhammad Rais ada hal menarik yang disampaikannya, yaitu tidak ada yang boleh putus sekolah. Itulah mengapa di awal pendirian sekolah berkunjung ke rumah-rumah warga. Mendata anak-anak usia sekolah dan yang putus sekolah. Dari pendataan yang dilakukannya kala itu, dia mendapati ada 30 anak tidak sekolah.
Untuk itu, dia mendirikan sekolah gratis agar semua bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Mendapatkan ilmu untuk menjalani masa depan yang lebih baik. Bagaimana pendanaan sekolah? Rais menuturkan, di awal-awal dia membagi gaji yang diperolehnya sebagai pegawai honorer untuk biaya hidup dan biasa operasional sekolah.
Dia pun bersyukur, seiring perjalanan waktu sekolah yang dikelolanya kini sudah memiliki sumber dana tersendiri. Baik dari swadaya, donasi, atau pun dari bantuan program pemerintah.
Ketulusan Berbuah Apresiasi ASTRA
Perjuangan tulus dan tak mengenal lelah, mengantarkan Rais mendapat perhatian nasional. Ia terpilih sebagai salah satu penerima penghargaan bergengsi yaitu Apresiasi Astra di bidang pendidikan. Penghargaan yang tidak hanya menjadi bukti keberhasilan, namun juga bukti ketulusan dari dedikasinya untuk bangsa.
“Penghargaan ini bukan milik saya pribadi. Ini milik masyarakat Bajiminasa yang ikut mendukung jalannya sekolah,” ucap Rais atas apresiasi yang diberikan oleh ASTRA.
Ketulusan itu tak hanya berbuah penghargaan, namun juga perubahan cara berpikir masyarakat sekitar. Kini setiap anak tak lagi diam di rumah, pasrah dengan keadaan. Mereka kini mulai berpikir ke depan, menggantungkan cita-cita setinggi mungkin untuk masa depan lebih baik.
Menggugah Masa Depan untuk Hidup Lebih Bermanfaat
Berangkat dari hal sederhana, dan melihat kebutuhan masyarakat saat itu, Muhammad Rais Hajat tidak puas hanya dengan mendirikan sekolah untuk anak-anak. Dia terus mengembangkan mimpinya, menghadirkan pendidikan non formal berupa Kelompok Belajar Keaksaraan Dasar. Kelompok ini sudah diikuti lebih dari 700 orang usia lanjut yang kini sudah mampu mengenal huruf dan membaca.Dia juga membekali siswa dengan bekal-bekal keterampilan hidup yang bisa digunakan di masyarakat seperti keterampilan teknisi komputer, keterampilan menjahit dan keterampilan lain. Dia juga membekali siswa dengan bekal ilmu agama, dan melibatkan mereka dalam kegiatan keagamaan di masyarakat.
Dia berharap, keberadaan lembaga yang dikelolanya dibawah Yayasan Pendidikan Al Hikmah bisa terus memberikan manfaat bagi semua orang, termasuk manfaat bagi kemajuan bangsa ini.
Semoga apa yang dilakukan oleh Muhammad Rais Hajat bisa diikuti oleh pemuda-pemuda lainnya di Indonesia. Sehingga memberikan dampak besar bagi kemajuan bangsa.
#APA2025-BLOGSPEDIA












Post a Comment
Post a Comment