Lima Cara Membangun Tanggung Jawab Pada Anak
Table of Contents
Untuk menanamkan tanggung jawab pada anak tentu bukan hal yang bisa dilakukan dengan mudah. Seperti membalikkan lembaran kertas. Membutuhkan proses dan kesabaran dari kita selaku orang tua. Tidak hanya itu, orang tua juga perlu peka terhadap kondisi yang ada di sekitar, khususnya kondisi psikis anak-anak.
Saat akan menumbuhkan tanggung jawab pada mereka, orang tua perlu melakukan pendekatan kepada anak. Orang tua perlu memahami bahasa anak. Berbicara dari hati ke hati menggunakan bahasa mereka. Membawa anak-anak hanyut dalam diskusi juga menjadi cara menuju ke sana.
Dalam menumbuhkan tanggung jawab pada anak yang perlu orang tua perhatikan adalah tidak memaksa mereka. Kenapa demikian? Bukankah kalau tidak disuruh, tidak diperintah mereka tidak akan melakukan apa yang orang tua ingin tanamkan? Mungkin inilah yang akan menjadi jawaban ataupun pembelaan bagi orang tua ketika dianjurkan tidak memaksakan kehendak kepada anak.
Perlu kita pahami, mendidik anak yang masih kecil, masih dalam usia dini membutuhkan pendekatan khusus. Dalam berkomunikasi dengan mereka menggunakan bahasa yang sederhana. Bahasa yang mudah diterima dan bisa dimengerti oleh mereka. Memberikan penjelasan kepada mereka secara perlahan. Tidak dengan tempo yang cepat.
Orang tua, sebagai pendidik, sebagai panutan harus sadar bahwa anak kecil adalah anak yang cerdas. Ibarat kamera dia bisa menangkap setiap yang dilakukan orang tua dengan sekejap. Menyimpannya dalam memori otak. Mereka kemudian akan menirukan. Artinya apa? Orang tua harus menjalankan tanggung jawab sehari-hari untuk memberikan contoh kepada anak.
Seiring perjalan waktu mereka akan memahami mengapa orang tua melakukan ini dan itu. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan diri, mereka akan muncul rasa tanggung jawab.
Dalam menanamkan tanggung jawab anak, dalam keluarga saya menggunakan beberapa cara yang bisa digunakan. Semuanya berasal dari aktivitas sehari-hari dalam keluarga bersama anak-anak.
Suatu hari ada sampah bungkus makanan ringan bertebaran di mana-mana. Kemudian ada semut yang datang. Saya mengajak anak-anak untuk melihat kejadian ini.
Mengajak mereka diskusi. Menanyakan mereka, “Kenapa bisa ada semut ya?” Si Kakak menjawab, “Oh, ini, Yah. Ada bungkusnya permen.”
Saya lanjut menanyakan, “Biar tidak ada semut bagaimana ya?”. Mereka berdua langsung mengambil bungkus makanan, dan membuangnya ke tempat sampah. Giliran saya kemudian membersihkan bekas sampah.
Setelah itu, barulah mengajak mereka mengobrol bersama istri juga bahwa kalau selesai makan sesuatu, bungkusnya harus di buang ke tempat sampah. Nah itu namanya tanggung jawab.
Sepulang dari kegiatan mereka saya arahkan untuk menempatkan boneka horta di tempat yang aman namun bisa mendapatkan sinar matahari.
Selepas itu memberikan anak arahan untuk menyiramnya setiap pagi dan sore secara rutin. Mengajarkan mereka cara menyiram agar tidak terlalu banyak air. Karena masih anak-anak, kamipun berdiskusi kira-kita pakai apa menyiramnya. Mereka sepakat mencari mainan yang bisa digunakan untuk menyiram.
Mereka pun setiap hari melakukan kegiatan ini. Pun dengan menyiram bunga, mereka berebut untuk membantu saat saya menyiram bunga di halaman.
Hal ini tidak hanya akan membuat anak mengembalikan barang pada tempat, tapi akan memberikan pelajaran lain kepada anak, yaitu merawat apa yang dimilikinya dengan baik.
Orang tua bisa mengajak anak diskusi dan membuat set up routine bersama, misal kakak/adik bangun tidur harus apa? Setelah itu ngapain? Ayah atau bunda bantu dengan menuliskan di tabel. Berikan ornamen yang membuat semakin menarik. Misal gambar bangun tidur, gambar lagi bermain.
Sebagai contoh, setiap akan memasak, saya mengajak anak untuk mengambil beras dengan takaran. Biasanya saya menghitung bersama. Hari-hari berikutnya, saya minta tolong dia untuk mengambil. Setiap saya menyampaikan akan memasak nasi, dia pasti akan menawarkan diri untuk mengambil berasnya.
Contoh lain adalah saat makan bersama adiknya. Dia sudah seringkali mencoba untuk menyuapi adiknya. Pun saat mandi, sudah mengajak adiknya untuk mandi, bahkan suatu waktu saya mendapati dia memandikan adiknya. Si Kakak sekarang 5 tahun lebih, si adik 3 tahun lebih.
Satu lagi aktivitas yang otomatis dia lakukan yaitu ketika saya memandikan adik keduanya. Saat saya sounding mau memandikan adiknya, dia segera meninggalkan aktivitasnya. Menuju lemari pakaian si baby, mempersiapkan baju, celana, dan diapers, serta segala kebutuhan lain seperti minyak telon, minyak kayu putih, baby powder.
Sudah menjadi tugas orang tua untuk senantiasa sabar dan berproses, belajar bersama anak. Menanamkan tanggung jawab tidak berbicara tentang anak menjalankan apa yang orang tua perintahkan. Kalau seperti ini namanya anak patuh. Sedangkan ketika orang tua bisa membangun tanggung jawab anak, orang tua akan mendapati anak sudah menjalankan aktivitas diri dengan sendirinya.
Semoga lima cara membangun tanggung jawab pada anak ini bisa menambah literasi berhubungan dengan pengasuhan anak oleh orang tua. Tentunya juga menjadi bagian dari upaya kita sebagai orang tua produktif dalam memahami setiap proses perkembangan anak dan memahami kondisi emosional anak.
Dalam menumbuhkan tanggung jawab pada anak yang perlu orang tua perhatikan adalah tidak memaksa mereka. Kenapa demikian? Bukankah kalau tidak disuruh, tidak diperintah mereka tidak akan melakukan apa yang orang tua ingin tanamkan? Mungkin inilah yang akan menjadi jawaban ataupun pembelaan bagi orang tua ketika dianjurkan tidak memaksakan kehendak kepada anak.
Perlu kita pahami, mendidik anak yang masih kecil, masih dalam usia dini membutuhkan pendekatan khusus. Dalam berkomunikasi dengan mereka menggunakan bahasa yang sederhana. Bahasa yang mudah diterima dan bisa dimengerti oleh mereka. Memberikan penjelasan kepada mereka secara perlahan. Tidak dengan tempo yang cepat.
Orang tua, sebagai pendidik, sebagai panutan harus sadar bahwa anak kecil adalah anak yang cerdas. Ibarat kamera dia bisa menangkap setiap yang dilakukan orang tua dengan sekejap. Menyimpannya dalam memori otak. Mereka kemudian akan menirukan. Artinya apa? Orang tua harus menjalankan tanggung jawab sehari-hari untuk memberikan contoh kepada anak.
Seiring perjalan waktu mereka akan memahami mengapa orang tua melakukan ini dan itu. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan diri, mereka akan muncul rasa tanggung jawab.
A. Cara Membangun Tanggung Jawab pada Anak
Untuk membangun tanggung jawab pada anak, orang tua harus mengajarinya. Memberikan mereka contoh dan teladan. Sebagai orang tua bisa melakukan eksplorasi cara menumbuhkan tanggung jawab anak. Misal menggunakan momen saat sedang makan, sedang belajar, bermain, dan lain sebagainya.Dalam menanamkan tanggung jawab anak, dalam keluarga saya menggunakan beberapa cara yang bisa digunakan. Semuanya berasal dari aktivitas sehari-hari dalam keluarga bersama anak-anak.
1. Memberikan penjelasan kepada anak tentang tanggung jawab.
Anak akan bisa menangkap penjelasan kita jika didekatkan dengan kondisi yang terjadi di sekitar. Hal sederhana yang biasa dilakukan di rumah adalah membuang sampah pada tempatnya.
Suatu hari ada sampah bungkus makanan ringan bertebaran di mana-mana. Kemudian ada semut yang datang. Saya mengajak anak-anak untuk melihat kejadian ini.
Mengajak mereka diskusi. Menanyakan mereka, “Kenapa bisa ada semut ya?” Si Kakak menjawab, “Oh, ini, Yah. Ada bungkusnya permen.”
Saya lanjut menanyakan, “Biar tidak ada semut bagaimana ya?”. Mereka berdua langsung mengambil bungkus makanan, dan membuangnya ke tempat sampah. Giliran saya kemudian membersihkan bekas sampah.
Setelah itu, barulah mengajak mereka mengobrol bersama istri juga bahwa kalau selesai makan sesuatu, bungkusnya harus di buang ke tempat sampah. Nah itu namanya tanggung jawab.
2. Mengajari anak menunaikan tanggung jawab.
Membangun tanggung jawab pada anak tidak bisa langsung begitu saja. Kita perlu mengajari mereka. Mencari daya tarik mereka. Beberapa waktu lalu, anak-anak baru mengikuti kegiatan. Mereka mendapatkan boneka horta. Di dalamnya sudah ada benih rumput.
Sepulang dari kegiatan mereka saya arahkan untuk menempatkan boneka horta di tempat yang aman namun bisa mendapatkan sinar matahari.
Selepas itu memberikan anak arahan untuk menyiramnya setiap pagi dan sore secara rutin. Mengajarkan mereka cara menyiram agar tidak terlalu banyak air. Karena masih anak-anak, kamipun berdiskusi kira-kita pakai apa menyiramnya. Mereka sepakat mencari mainan yang bisa digunakan untuk menyiram.
Mereka pun setiap hari melakukan kegiatan ini. Pun dengan menyiram bunga, mereka berebut untuk membantu saat saya menyiram bunga di halaman.
3. Mengajarkan anak disiplin menaruh barang.
Ini terkadang menjadi drama tersendiri bagi anak dan orang tua. Semua pasti mengalami hal ini, namun dengan arahan dan juga pendekatan khusus dari orang tua anak akan mengerti dan mulai berbenah. Ajarkan anak untuk mengembalikan barang pada tempatnya supaya tidak kesulitan dalam mencari saat dibutuhkan.Hal ini tidak hanya akan membuat anak mengembalikan barang pada tempat, tapi akan memberikan pelajaran lain kepada anak, yaitu merawat apa yang dimilikinya dengan baik.
4. Mengajak anak set up routine
Set up routine atau membuat jadwal rutinitas harian yang harus dilakukan anak bisa juga loh menjadikan anak bertanggung jawab. Tidak perlu yang berat-berat, lakukan hal yang sederhana saja. Misal jam belajar, jam tidur, jam bermain, jam makan, dan jam mandi.Orang tua bisa mengajak anak diskusi dan membuat set up routine bersama, misal kakak/adik bangun tidur harus apa? Setelah itu ngapain? Ayah atau bunda bantu dengan menuliskan di tabel. Berikan ornamen yang membuat semakin menarik. Misal gambar bangun tidur, gambar lagi bermain.
5. Melibatkan anak ikut membantu aktivitas keluarga.
Buat ayah dan bunda yang memiliki anak lebih dari satu, ini bisa menjadi salah satu pilihan cara menanamkan tanggung jawab pada anak sejak dini. Libatkan anak untuk membantu orang tua membantu aktivitas di keluarga. Saat anak bisa membantu orang tua, terlebih sudah tahu di kemudian hari kalau mereka juga punya tanggung jawab itu, maka kita akan menjadi orang tua yang bahagia.Sebagai contoh, setiap akan memasak, saya mengajak anak untuk mengambil beras dengan takaran. Biasanya saya menghitung bersama. Hari-hari berikutnya, saya minta tolong dia untuk mengambil. Setiap saya menyampaikan akan memasak nasi, dia pasti akan menawarkan diri untuk mengambil berasnya.
Contoh lain adalah saat makan bersama adiknya. Dia sudah seringkali mencoba untuk menyuapi adiknya. Pun saat mandi, sudah mengajak adiknya untuk mandi, bahkan suatu waktu saya mendapati dia memandikan adiknya. Si Kakak sekarang 5 tahun lebih, si adik 3 tahun lebih.
Satu lagi aktivitas yang otomatis dia lakukan yaitu ketika saya memandikan adik keduanya. Saat saya sounding mau memandikan adiknya, dia segera meninggalkan aktivitasnya. Menuju lemari pakaian si baby, mempersiapkan baju, celana, dan diapers, serta segala kebutuhan lain seperti minyak telon, minyak kayu putih, baby powder.
B. Kesimpulan
Nah itu dia lima cara menumbuhkan tanggung jawab pada anak yang bisa dilakukan oleh orang tua. Semua membutuhkan proses yang tidak mudah. Ada kalanya berhasil ditanamkan dalam waktu singkat, ada pula yang membutuhkan energi lebih untuk menanamkan tanggung jawab pada anak.Sudah menjadi tugas orang tua untuk senantiasa sabar dan berproses, belajar bersama anak. Menanamkan tanggung jawab tidak berbicara tentang anak menjalankan apa yang orang tua perintahkan. Kalau seperti ini namanya anak patuh. Sedangkan ketika orang tua bisa membangun tanggung jawab anak, orang tua akan mendapati anak sudah menjalankan aktivitas diri dengan sendirinya.
Semoga lima cara membangun tanggung jawab pada anak ini bisa menambah literasi berhubungan dengan pengasuhan anak oleh orang tua. Tentunya juga menjadi bagian dari upaya kita sebagai orang tua produktif dalam memahami setiap proses perkembangan anak dan memahami kondisi emosional anak.
Dengan begitu orang dewasa dapat menjadi inspirasi untuk anak² dalam bangun tanggung jawab
Dan emang nggak mudah sih. Tapi bukan berarti nggak bisa ya.